Rabu, 15 Desember 2010

TASYRI’ PERIODE KELIMA DAN SUMBERNYA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H, merupakan suatu wujud kesadaran dari kebangkitan kembali fiqih islam. Bagi banyak pengamat, sejarah kebangkitan dunia Islam pada umumnya dan fiqih pada khususnya, pada intinya adalah sejarah dampak Barat terhadap masyarakat Islam, khususnya sejak abad ke-13 H. mereka memandang Islam sebagai suatu masa yang semi mati yang menerima pukulan-pukulan yang destruktif atau pengaruh-pengeruh yang formatif dari Barat.
Kemajuan fiqih Islam pada periode ini sangat mempengaruhi berbagai aspek yang dibutuhkan dalam tatanan kembali fiqih Islam. Sehubungan dengan aspek tersebut, maka marilah kita membaca dan membahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tasyri’?
2. Pada periode berapakah kebangkitan fiqih Islam terjadi?
3. Dalam bidang apa saja fiqih Islam mulai menampakkan kemajuannya?
4. Bersumber pada apa sajakah ilmu fiqih Periode kelima ini?





BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tasyri’
Tasyri’ adalah apa yang diturunkan Allah SWT untuk hambaNya berupa manhaj (jalan) yang harus mereka lalui dalam bidang aqidah, muamalat dan sebagainya. Termasuk di dalamnya masalah penghalalan dan pengharaman. Dalam masalah penghalalan dan pengharaman tersebut, Allah telah menghalalkan apa yang telah dihalalkan dan mengharamkan apa yang telah diharamkan. Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl;
وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.”

Allah telah melarang penghalalan dan pengharaman tanpa dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dan Dia menyatakan bahwa hal itu adalah dusta atas nama Allah. Sebagaimana Dia telah memberitahu-kan bahwa siapa yang mewajibkan atau mengharamkan sesuatu tanpa dalil maka ia telah menjadikan dirinya sebagai sekutu Allah dalam hal tasyri’.

2. Periode kebagkitan fiqih Islam

2.1 Kondisi Awal pada Masa Kebangkitan Fiqih
Periode ini, menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, disebut juga periode Renaissance, berlangsung sejak abad ke-13 H sampai sekarang (abad ke-20 M). disebut periode kebangkitan fiqih karena pada masa ini timbul ide, usaha dan gerakan-gerakan pembebasan dari sikap taklid yang terdapat dalam umat Islam dan dalam ilmu pengetahuan Islam. Gerakan ini timbul setelah munculnyakesadaran umat Islam akan adanya kelemahan dan kemunduran kaum muslimin yang disebabkan oleh adanya penetrasi Barat dalam berbagai bidang kehidupan sehingga menimbulkan gerakan-gerakan keagamaan di berbagai negeri Islam. Diantaranya di Hijaz, pada abad ke-13 H, (abad ke-18 M), muncul suatu gerakan yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab (w. 1206 H). gerakan ini menyerukan pembasmian bid’ah dan mengajak umat Islam untuk kembali pada Al-Qur’an sdan As-Sunnah, serta amalan-amalan ulama sahabat dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam. Gerakan ini diikuti oleh sejumlah geraka yang dipelopori beberapa ulama, seperti Muhammad bin Sanusi di Libya dan Afrika Utara, Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh di Mesir, Al-Mahdi di Sudan. K.H Muhammad Dahlan, H.A Karim Amrullah, dan T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy di Indonesia, dan masih banyak lagi.
Pada dasarnya, gerakan ini menyeru pada kebangkitan umat Islam, pengusiran terhadap penjajah, pengenbangan ilmu pengetahuan Islam, meninggalkan taklid buta dan bid’ah, dan kembali ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta mengikuti metode ulama salaf (ulama sahabat dan ulama-ulama sebelum masa kemunduran). Seruan ini senada dengan apa yang telah dikumandangkan oleh Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim pada periode yang lalu. Dengan usaha mereka inilah, muncul corak baru dalam mempelajari fiqih, yaitu kembali pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam menyelesaikan masalah-masalah hokum sesuai dengan hajat dan perkembangan masyarakat.
Majalah Al-Urwah Al-Wutsqa dan Majalah Al-Manar digunakan sebagai alat untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan tersebut keseluruh dunia Islam sehingga lahirlah ulama-ulama merdeka disetiap negeri Islam yang diangga dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat di dalam masalah-masalah keagamaan.
Pengaruh yang ditinggalkan pada periode ini adalah:
1. Usaha pengkajian dan penulisan kitab-kitab fiqih.
2. Usaha menyusun hokum-hukum fiqih secara sistem undang-undang tanpa membatasi diri dengan madzhab tertentu.
Metode pengkajian umumnya melalui sistem perbandinagn, yaitu mempelajari pendapat semua fuqaha dari semua madzhab, kemudian membandingkan satu sama lainnya dan dipilih satu pendapat yang dianggap lebih benar. Adapun cara penulisan pada fase ini umumnya terfokus pada kajian hokum tertentu, seperti kitab khusus mengenai mu’amalat, jinayat, dan sebagainya.
Usaha menyusun fiqih secara undang-undang sebenarnya sudah dilakukan sejak pemerintahan Abbasiyah. Sebagai contoh, UU tentang keiangan (perpajakan) yang dikenal dengan kitab Al-Kharaj yang disususn oleh Abu Yusuf atas permintaan Khalifah Harun Al-Rasyid. Usaha tersebut pada masa ini lahir kembali dalam bentuk yang lebih dibentuk oleh pemerintahah Kerajaan Usmani telah berhasil menyusun kitab UU Perdata yang terdiri dari 1985 pasal. Pada tahun 1328 H, disusun pula UU keluarga yang diambil dari madzhab Hanafi. (Dedi Supriyadi. Sejarah Hukum Islam. Hal 121. 2007)

2.2 Format Kebangkitan Fiqih sampai Sekarang
Kebangkitan fiqih pada masa ini dapat dilihat sebagai berikut; Pertama, munculnya kecenderungan baru dalam mengkaji fiqih Islam tanpa harus terikat denga madzhab tertentu. Fanatisme madzhab yang membelenggu umat selama tujuh abad, mereka sadari sebagai malapetaka. Hal ini tentu sangat positif karena melahirkan postulat, “Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.”
Kedua, berkembangnya kajian fiqih muqaran (fiqih perbandinagn). Perbandingan tidak hanya terfokus pada internal, madzhab-madzhab fiqih melainkan merambah perbandingan antara hukum Islam dan hukum posifif Barat.
Dalam analisis lain, periode ini dikenal dengan periode kodifikasi hukum Islam di berbagai negara. Hal ini disinggung oleh Mustafa Ahmad Az-Zarqa bahwa periode kodifikasi ini dimulai sejak munculnya majalah Al-Ahkam Al-Adliyyah sampai sekarang. Upaya pengkodifikasian fiqih pada masa ini semakin berkembang luas, sehingga berbagai negara Islam memiliki kodifikasi hukum tertentu dan madzhab tertentu pula, misalnya dalam bidang pertahanan, perdagangan dan hukum keluarga. Kontak yang semakin intensif antara negara muslim dan Barat mengakibatka pengaruh hukum Barat sedikit demi sedikit masuk kedalam hukum yang berlaku dinegara muslim. Disamping bermunculan pula ulama fiqih yang menghendaki terlepasnya pemikiran ulama fiqih dari keterikatan madzhab tertentu dan mencanangkan penggairahan kembali ijtihad.
Dalam perkembangan selanjutnya, khususya pada zaman modern, ulama fiqih mempunyai kecenderungan kuat untuk melihat berbagai pendapat dari berbagai madzhab sebagai satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Dengan demikian, ketegangan antara pengikut madzhab mulai mereda, khususnya setelah Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al-jauziah mencanagkan bahwa pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Pendapat kedua tokoh ini oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Sejak saat itu, kajian fiqih tidak lagi terikat pada salah satu madzab, tetapi telah mengambil bentuik kajian komparatif dari berbagai madzhab, yang dikenal dengan istilah fiqih muqaran.
Tradisi penulisan kitab atau buku ini tidak hanya merambah dari cara tradisional, tetapi melibatkan pula model-model modern. Berbagai pasca pembaharuan pasca- Muhammad Abduh, Ridha, Al-Afghan, terus bermunculan dengan tema pembaharuan.
Gamal Al-Banna adik kandung Hasan Al-Banna mengemukakan, “tidak ada hari tanpa pembaharuan.” Inilah ungkapan yang cocok untuk melukiskan sosok tokoh kelahiran 15 Desember 1920 ini. Di mana ia berada disanalah arus pembaharuan mengalir deras dari tokoh yang telah melahirkan ‘segudang’ karya ini. Di Mesir, ia telah menerbutkan banyak buku yang telah Kontroversial. Di antaranya, Mahwa Fiqhim Jadid (Menuju Fiqih Baru), Al-Islam Laisa Dinun Wadaulah,Walakin Dinun Maummah (Islam adalah Agama dan Umat, Bukan Agama dan Negara), Tatswirul Quran (Revolusi Al-Qur’an), Al-Ashlani Al-‘Adzimani; Ru’yah Jadidah (Duan Fondasi Agung: Al-Qur’an dan As-Sunnah, Sebuah pandangan Baru), Mathlabuna AlAwwal Awwal Hua Al-Khurriyah (Kebebasan adalah Pertama dan Utama), At-Ta’addudiyah Fil Mujtama’ Al-Islami (Pluralisme dalam Masyarakat Islam), dan banyak buku lainnya.
Dalam pembaharuan bidang fiqih, Gamal Al-Banna meluncurkan bukunya yang berjudul Nahwa Fiqhin Jadid (Menuju Fiqih Baru) jilid pertama. Kemudian, disusul dengan jilid kedua (1997), dan terakhir jilid ketiga (1999). Tombak pembaharuan fiqih Gamal langsung ‘menusuk’ jantung persoalan, yaitu dasar hukum Islam. Sebagaimana dimaklumi, dasar hukum Islam yang popular selama ini adalah Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Dengan buku ini, Gamal merombak dan menata ulang dasar Hukum Islam diatas menjadi Akal, Nilai-nilai Univeresal Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Adat Istiadat. Suatu terobosan pemikiran yang belum pernah ada di masa dahulu.
Tak sedikit tokoh apresiatif terhadap gagasan Gamal Al-Banna ini. Di antaranya adalah Prof. Dr. Khalid Abou el-Fadl (pakar hukum Islam di Universitas California) dan Hasyim Shaleh (spesialis penrjemahan karya-karya Arkoun).
Namun demikian, sosok pemikir yang mempunyai kepedulian terhadap kaum buruh ini tidak pernah berubah karena sanjunagan dan hantaman. Di Indonesia misalnya, banyak tokoh yang menampilkan wawasan fiqih yang bernuansareformis dan dinamis, seperti Ali Yafie, Hasbi Ash-Shiddiqie, Abdurrahman Wahid, dan tokoh lainnya.

3. Bidang Kemajuan
a. Di bidang Perundang-undangan
Periode ini dimulai dengan masa berlakunya Majalah al-Ahkam al-Adliyah yaitu kitab undang-undang Hukum Perdata Islam pemerintahan Turki Usmani pada tahun 1292 H atautahun 1876 M. baik bentuk maupun isi Kitab UU tersebut berbeda dengan bentuk isi kitab fiqh dari salah satu madzhab tertentu. Bentuknya adalah bentuk dan isi madzhab tertentu saja. Meskipun warna Hanafi sangat kuat.
Di Mesir dengan keluarnya Undang-undang No. 25 Tahun 1920 M, dalam sebagian pasal-pasalnya dalam hukum keluarga tidak menganut madzhab al-‘Arba’ah. Kemudian dalam Undang-undang No. 25 Tahun 1929 M, juga tentang hokum keluarga maju selangkah yaitu tidak hanya mengambil dari Mazahib al-‘Araba’ah tetapi juga dari madzhab lain. Pada tahun 1936 M, Undang-undang Hukum Keluarga tadak mengikat diri secara ketat denga madzhab, tetapi mengambil pendapat dari ulama lain yang sesuai dengan kemaslahatan manusia dan perkembangan masyarakat. Contoh lain tentang al-Washiyah al-Wajibah di Mesir tahun 1946, di Siria tahun 1953, di Tunis tahun 1957, di Maroko tahun 1958 di Indonesia dengan UU No. 1 tahun 1974 tidak melalui tahap-tahap seperti di Mesir. Tetapi tampaknya lansung mengambil pendapat-pendapat yang maslahat untuk diterapkan di Indonesia. Demikian pula halnya dengan PP No. 28 tahun 1977 dan pengaturan zakat di beberapa provinsi.
b. Di bidang Pendidikan
Di perguruan-perguruan tinggi Agama di Mesir, Pakistan maupun di Indonesia dalam cara mempelajari fiqh tidak hanya dipelajari satu madzhab tertentu, tetapi juga dipelajari madzhab-madzhab lain secara muqoronah atau perbandingan,bahkan juga dipelajari system Hukum Adat dan system Hukum Romawi. Dengan demikian diharapkan wawasan berpikir hokum dikalangan mahasiswa Islam menjadi lebih luas juga lebh mendekatkan Hukum Islam dengan hukum yang selama ini berlaku, bukan hanya di bidang hokum keluarga tetapi juga berbagai bidang hokum lainnya. Pendekatan semacam ini akan lebih intensif lagi apabila di fakultas-fakultas Hukum Islam, sehingga terjadi perpaduan yang harmonis sesuai dengan kebutuhan waktu dan tempat khususnya di Indonesia.
Sekitar tahaun 1966 di Indonesia diperkenalkan pula mata kuliah fiqh Siyasah pada Fakultas Syari’ah yang banyak berorientasi pada kemaslahatan dalammpenerapan hokum, serta menekankan prinsip-prinsi hokum dan semangat ajaran dalam Fiqih Islam. Dengan Fiqih Siyasah ini diketahui bahwa banyak sekali aturan-aturan yang berlaku yang tidak bertentangan atau bahkan sesuai dengan ajaran Islam. Pengetahuan semacam ini akan memperlancar perpaduan hukum seperti dimaksud diatas.
Satu hal yang rasanya perlu mendapat tekanan di sini ialah mempelajari Ushul Fiqh haruslah mendapat perhatian yang lebih besar lagi untuk memungkinkan ilmu fiqh berkembang lebih terarah, sebab Ushul Fiqh itulah cara pemikiran hokum dalam Islam.
c. Di bidang Penulisan Buku-buku dalam Bahasa ndonesia dan penerjemahaan
Ajaran Islam pada umumnya dan Ilmu Fiqh khususnya telah tertulis dalam puluhan ribu kitab yang berbahasa Arab. Sudah tentu ilmu-ilmu tertulis dalm bahasa Arab itu hanya sedikit orang-orang Indonesia yang mampu membaca dan memahaminya. Tetapi sekarang tampak satu kegiatan penulisan tentang Ushul Fiqh dan FIqh dalam bahasa Indonesia. Baik yang sudah dicetak dan tersebar luas di masyarakat maupun yang masih berupa diktat-diktat yang stensilan. Demikian pula halnya dengan penerjemahan menampakkan kegiatan yang meningka meskipun masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah kitab-kitab yang baik untuk diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, untuk jadi seorang ahli dalam bidang fiqh tetap harus membaca dan meneliti kitab-kitab fiqh aslinya dalam Bahasa Arab. Bagaimanapun juga kitab-kitab (buku) Ushul Fiqh dan Fiqh dalam bahasa Indonesia serta terjemahannya sangat bermanfaat untuk memperkenelkan pemikiran-pemikiran dalam bidang fiqh kepada kalangan yang lebih luas.
Pemikiran kembali tentang fiqh sedang tumbuh dan tampaknya pemikiran-pemikiran itu seperti itu alur ijtihadnya Umar, Abdullah bin Mas’ud, dan Abu Hanifah. Yaitu berpegang teguh kepada dalil-dalil kulli, prinsip-prinsip umum dan semanagt ajaran, sedang yang selebihnya bias mengambil dari fiqh atau dengan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Alternafif ini rupanya yang terbaik dalam mengahadapi masalah-masalah yang bukan saja ruang lingkupnya sangat luas, tetapi juga sangat rumit dan tidak realitis apabila hanya dihadapi dengan materi fiqh yang ada, tetapi juga tidaklah Islami apabila melemperkan fiqh secara keseluruhan.

4. Sumber Ilmu Fiqih Periode Kelima
Berdasarkan peneletian talah ditetapkan bahwa dalil syara’ yang menjadi dasar pengambilan hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia itu ada empat: Al-Qur’an, Al-Hadist,Ijma’ dan Qiyas. Dan mayoritas tokoh umat Islam telah sepakat bahwa empat hal itu dapat digunakan sebagai dalil, juga sepakat bahwa urutan penggunaan dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, Al-Qur’an, kedua As-Hadist, ketiga Ijma’ dan keempat Qiyas. Yakni bila kita ditemukan suatu kejadian, pertama kali dicari hukumnya dalam Al-Qur’an, dan bila hukumnya ditemukan maka harus dilaksanakan. Bila dalam Al-Qur’an tidak ditemukan maka harus dicari dalam Al-Hadist, dan bila hukumnya ditemukan maka harus dilaksanakan. Bila dalam Al-Hadist juga tidak ditemukan maka harus dilihat, apakah para mujtahid telah bersepakat tentang hukum kejadian tersebut, dan bila ditemukan kesepakatan mereka, haruslah dilaksanakan. Dan bila tidak ditemukan juga, maka harus berijtihad mengenai hukum atas kejadian itu dengan mengkiaskan kepada hukum yang memiliki nash.
Bukti mengenai penggunaan empat dalil tersebut adalah firman Allah SWT, dalam surat An-Nisa’ (59):
Artinya: “ Hai orangorang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Al-Hadist, sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tasyri’ ialah jalan yang Allah berikan kepada hambanya untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan manusia. Pada periode kelima, (masa kebangkitan) Islam (khususnya Ilmu Fiqih dan Fiqih) telah mengalami banyak kemajuan yang semula terjadi masa kemunduran sejak pertengahan abad keempat Hijriyah sampai akhir abad ketiga belas Huijriyah. dengan kemajuan fiqih Islam, terdapat beberapa bidang yang dianggap mampu ungul dari masa sebelumnya.
Sumber hukum yang dipakai periode kelima hingga saat ini masih digunakan, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas (terdapat sumber hukum yang kedua karena tidak ditemukan dalma AL-Qur’an, serta terdapat rujukan Ijma’ dan Qiyas mengingat masalah yang timbul ditengan masyarakat semakin beragam juga ditemukan dengan terperinci dalam Al-Qur’an, tetapi tetap akan kembali pada Al-Qur’an dengan tidak melanggar laranganNya dan tetap menjalankan Syariat Islam di jalan Allah SWT).

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN CORAK FILSAFAT

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN CORAK FILSAFAT
ABAD PERTENGAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada periodisasi Yunani kuno sekitar 600 SM periode ini di tandai oleh pergeseran pemikiran yang semula berdasarkan mitos berubah menjadi rasional. Penjelasan-penjelasan mistik tentang gejala-gejala alam yang berdasarkan kepercayaan irasional bergeser pada penjelasan logis yang bersandarkan pada rasio.
Pada abad V sesudah Masehi kekaisaran runtuh. Inilah permulaan suatu zaman baru dalam sejarah, yang kemudian oleh para ahli-ahli sejarah diberi nama Abad Pertengahan.
Pada masa ini, filusuf-filusuf alam mulai mencari penjelasan secara rasional, mereka mulai berpikir logika dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang asas pertama (arkhe) dan prinsip yang mengatur alam semesta ini. Thales (585 SM) misalnya mengatakan, air adalah dasar terbentuknya alam semesta, kemudian di susul oleh filsuf-filsuf alam lainnya seperti Anaximander (610-547 SM) dan Aniximenes (546 SM) dll.
Namun, pada abad pertengahan (476-1492) kebebasan manusia untuk berpikir rasional mengalami stagnasi (kemacetan total). Seseorang tak lagi bebas mengemukakan buah pemikirannya sendiri. Ancaman dan hukuman membayangi benak mereka, dominasi gereja sangat kental mewarnai pemikiran filsafat abad ini sehingga pemikiran filsuf kehilangan otonominya. Akibatnya, ilmu pengetahuan pun menjadi surut perkembangannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan abad pertengahan itu?
2. Bagaimana corak pemikiran filsafat pada abad pertengahan?
3. Siapa saja tokoh-tokoh filusuf pada abad pertengahan itu?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Abad Pertengahan
Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu mnelahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan sejarah filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan peradaban Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini berkat peran Caesar Augustus yang mencipta masa keemasan kesussastraan Latin, kesenian dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya, karena bersamaan dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya merupakan penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, barulah muncul para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat Barat Abad Pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama Kristen dikatakan seimbang. Apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula baru. Walaupun agama Kristen relatif masih baru keberadaanya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap filsafat Yunani ataupun agama Kristen. Anggapan pertama, bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang sempurna dan sejati. Anggapan kedua, walaupun orang-orang telah mengenal agama baru, tetapi juga mengenal filsafat Yunani yang dianganggap sebagai sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Dengan demikian, di benua Eropa filsafat Yunani akan tumbuh berkembang dalam suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan sesuatu yang baru, suatu formulasi baru, pohon filsafat masih yang lama (dari Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen) memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan yang terus pesat.
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”, karena pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Memang saat itu, tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Juga para ahli fikir pada saat itu tidak lagi memiliki kebebasan untuk berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak Gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan larangan yang ketat. Yang berhak melaksanakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juda yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknyta pada saat Paus Innocentius III di akhir XII, dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Cirri-ciri pemikiran filsafat Barat Abad Pertengahan adalah;
 Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja;
 Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran aristoteles;
 Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai sutu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan atau sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang shaleh. Namun, di sisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Masa Abad Pertengahan ini terbagi menjadi menjadi dua masa, yaitu Masa Patristik dan Masa Skolastik. Masa Skolastik terbagi menjadi Skolastik Awal, Skolastik Puuncak, dan Skolastik Akhir.
Adapun pengertian dari masa-masa tersebut adalah:
a. Masa Patristik
Istilah Patristik dari kata latin pater atau Bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para Pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan bahwa sudah menpunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata cara berfikir). Juga walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran manusia, akan tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi, memakai atau menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tesebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal, bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah dan pembelaan terhadap orang-orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
b. Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school yang berarti sekolah. Jadi skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1. Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800-1200
2. Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300
3. Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450
1. Skolastik Awal
Sejak abad ke-5 hingga ke-8 M, pemikiran filsafat patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan ke-7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi berserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad abad lamanya. Baru pada abad ke-8 M, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742-814) baru dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang kesemuanya menempakkan mulai ada kebangkitan. Kebangkitan inilah merupakan kecemerlangan abad pertengahan, dimana pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Pada saat inilah merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa yang ditandai dengan skolastik yang didalamnya banyak diupayakan ilmu pengetahuan yang dikembangkan di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya dibiara Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruk ke Jerman dan Belanda.
2. Skolastik Puncak
Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300, dan masa ini juga disebut masa berbunga. Karena pada masa itu ditandai dengan universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Terdapat beberapa faktor mengapa pada masa skolastik mencapai pada puncaknya, yaitu:
a. Adanya pengaruh Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12, sehingga sampai pada abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b. Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabunagn dari beberapa sekolah. Almamater inilh sebagai awal (embrio) berdirinya: Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pillier, di Cambridge dan lain-lannya.
c. Berdiri ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian prang terhadap ilmu pengetahuan, sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana kebenyakan tokoh-tokohnya memegang peran dibidang filsafat dan teologi.
Upaya Pengkristenan Ajaran Aristoteles
Pada mulanya hanya sebagian ahli pikir yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles, akan tetapi upaya ini mendapatkan perlawanan dari Augustinus. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh ahli pikir Arab (Islam). Hal ini dianggap sangat membahayaakan ajaran Kristen. Keadaan yang demikian ini bertolak belakang bahwa ajaran Aristoteles masih diajarkan di fakultas-fakultas, bahkan dianggapnya sebagai pelajaran penting dan harus dipelajari.
Untuk menghindari pencemaran tersebut (dari ahli pikir Arab atau Islam), Albertus Magnus dan Thomas Aquina sengaja menghikangkan unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung dari bahaasa Latinnya. Juga bagian-bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen diganti dengan teori baru yang bersumber poada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles telah diselaraskan dengan ajaran ilmiah (suatu sintesis antara kepercayaan dan akal).
3. Skolastik Akhir
Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya, sehingga memperlihatkan stagnasi (kemendegan). Diantaratokoh-tokohnya adalah William Ockham (1285-1344), Nicolas Cusasus (1401-1464).
Menurut pendapat William Ockham, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian individual, dan konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umun tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang hanya demikian ini, dapat dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika. Disamping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai penguasanya Paus John XXII.
Menurut pendapat Nicolas Cisasus, terdapat tiga cara untuk mengenal tentang filsafat, yaitu: lewat indra, akal, dan intuisi.
Dengan indra kita akan mndapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abtrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang olehakan tidak dapat dipersatukan. Manusia seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Oleh karena ketrbatasan akal tersebut, maka hnaya sedikit saja yan dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat dimana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat suatu sintesa yang lebih luas. Sintesa ini mengarah kemasa depan dan pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.
B. Corak Pemikiran Filsafat Abad Pertengahan
Masa ini diawal dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahanpun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Pemecah semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama. Sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat Teosentris.
Kebudayaan Abad Pertengahan adalah penciptaan agama Kristiani dan Islam di satu pihak, dan bangsa bangsa Eropa dan Arab dilain pihak. Agama agama dan bangsa bangsa baru itu membawa ide-ide dan tata cara baru. Akibatnya suasana selama Abad Pertengahan berlainan dengan suasana pada zaman sebelumnya.
C. Tokoh-tokoh Filusuf di Abad Pertengahan
1. Tokoh-tokoh Masa Pratistik
a. Justinus Martir
Nama aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah “orang yang rela mati karena kepercayaan”. Ia berpendapat bahwa filsafat yang digabung dengan ide-ide keagamaan akan menguntungkan. Esensi dari pengetahuan ialah pemahaman tentang Tuhan. Semakin banyak kita memikirkan kesempurnaan Tuhan, semakin bertambah kemampuan intelek kita. Supremasi kristus tercapai karena ia telah mencapai kebenaran yang utuh. Menurut pendapatnya pula, agama Kristen bukan agama baru, karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani dan Nabi Isa dianggap sebagai awal kedatangan Kristen. Padahal Isa hidupnya sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato sendiri sebenarnya telah menurunkan hikmah Isa. Selanjutnya dikatakan, bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembagkan aspek logosnya ini orang-orang Yunani (Socrates, Plato dan lain-lain) kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan. Sehingga orang-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni. Mengapa mereka menyimpang? Karena orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian dipalsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding filsafat Yunani.
b. Klemens
Ia juga termasuk pembela Kristen, akan tetapi ia tidak membenci filsafat Yunani. Sedangkan pokok-pokok pikirannya sebagai berikut:
 Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani.
 Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen denan menggunakan filsafat Yunani.
 Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen dan memikrkan secara mendalam.
c. Tertullianus
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia gigih membela Kristen dengan fanatik. Ia menolak kehadiran filsafat Yunani, karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat, bahwa wahyu Tuhan sudah cukup, dan tidak ada hubungan antar Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara gereja dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru. Selanjutnya ia mengatakan, bahwa dibanding dengan cahaya Kristen, maka segala yang dikatakan oleh para filosof Yunani dianggap tidak penting. Karena apa yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari Kitab suci. Tetapi akan kebodohan para filosof, kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan. Akhirnya Tertullianus menerima juga filsafat Yunani sebagai cara berfikir yang rasional diperlukan sekali. Pada saat itu, karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan. Saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli pikir Yunani saja. Sehingga, akhirnya Tertullianus melihat filsafat hanya dimensi praktisnya saja dan ia menerima filsafat sebagai cara atau metode berpikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatNya.
d. Augustinus
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, antara lain Platonisme dan Skeptiste. Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan, sehingga ia dijuluki sebagai “guru skolastik yang sejati.” Ia seorang tokoh besar dibidang teologi dan filsafat.
Setelah ia mempelajari aliran skeptisme, ia kemudian menyutujui atau menyukainya, karena didalamya terdapat pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, akan tetapi orang tidak akan meragukan ia ragu-ragu. Seorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berpikir dan seseorang yang berpikir sesungguhnya ia berada (eksis).
Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusian ada batasnya, tetapi pemikiran manusian dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal pikir manusia dapat berhubungan denga sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.
Akhirnya, ajaran Augutinus berhasil menguasai sepuluh abad dan mempengaruhi pemikiran Eropa. Perlu diperhatikan bahwa para pemikir Pratistik itu sebagai pelopor pemikiran Skolastik. Mengapa ajaran Augustinus sebagai akar dari Skolastik dapat mendominasi hampir sepuluh abad, karena ajarannya lebih bersifat sebagai metode dari pada suatu system sehingga ajaran-ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik.
2. Tokoh-tokoh Masa Skolastik Terbagi atas Tiga Masa Skolastik dan Skolastik Arab, yaitu;
1) Skolastik Awal
a) Peter Abaelardus
Ia dilahirkan di Le Pallet, Perancis, ia mempunya kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam, sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai rasionalistik. Artinya peranan akal dapat menundukkan kekuatan iman. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus, yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman (di luar kepercayaan). Karena itu berpikir merupakan suatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditinjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.

2) Skolastik Puncak
a) Albertus Magnus
Disamping juga sebagai biarawan Albertus Magnus juga dikenal sebagai cendikiawan abad pertengahan. Ia lahir dengan nama Albert von Bollstant yang juga dkenal sebagai "doctor universitalis" dan "doctor magnus", kemudian bernama Albertus Magnus albetr The great. Ia mempunya kepandaian luar biasa. Di Universitas Padua ia belajar artes liberalis, ilmu-ilmu pengetahuan alam, kodokteran, filsafat Aristoteles, belajar teologi di Bulogne dan masuk ordo Diminican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir ia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristotelas. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan kimia.
b) Thomas Aquinas
Nama sebenarnya adalah Thomas Santo Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca secca, Napoli Italia. Ia sebagai tokoh terbesar skolatisme, salah seorang tokoh suci gereja Katolik Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan menjadi filsafat resmi gereja Katolik. Tahun 1245 belajar pada Albertus Magnus. Menjadi guru besar dalam ilmu agama di Perancis tahun 1250 dan tahun 1259 menjadi guru besar dan penasehat istana Paus.
Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran Skolatisme pada abad pertengahan.
Ia berusaha untuk membuktikan, bahwa iman Kristen secara penuh dapat dibenarkan dengan pemikiran logis. Ia telah menerima pemikiran Aristoteles sebagai otoritas tertinggi tentang pemikirannya yang logis.
Menurut pendapatnya, semua kebenaraan asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan diluar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukum alamiah (pengetahuan) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran timbul secara ketuhanan, walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan pikir.
Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebagai tukang boyong yang tidak berubah dan tidak berhubungan dengan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan di dunia. Tuhan tidak pernah mencipta dunia, tetapi zat pemikirannya tetap abadi.
Selanjutnya ia katakan, bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang actual dan praktis dari gagasan adalah "pemikiran dan kepervayaan telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain". Pandangan inilah yang menjadikan perlawanan kaum Protestan, karena sikapnya yang otoriter.
Thomas sendiri menyadari tidak dapat menghilangkan unsur-unsur Aristoteles. Bahkan ia menggunakan ajaran Aristoteles, tetapi system pemikirannya berbeda. Masuknya unsur pemikiran Aristoteles ini didorong oleh kebijakan pemimpin gereja paus Urbanus V (1366) yang memberikan angin segar untuk kemajuan filsafat. Kemudian Thomas mengadakan langka-langkah, yaitu:
Langkah pertama, Thomas menyuruh teman sealiran Willem van Moerbeke untuk membuat terjemahan baru yang langsung dari Yunani. Hal ini untu melawan Aristotelianisme yang beririentasi pada ibnu Rusyd, dan upaya ini mendapat dukungan dari Siger van Brabant.
Langkah kedua, pengkristenan ajaran Aristoteles dari dalam. Bagian-bagian yang bertentangan dengan apa yang dianggap Kristen bertentangan sebagai firman Aristoteles, tetapi diupayakan selaras dengan ajaran Kristen. Langkah ketiga, ajaran Aristoteles yang telah dikristenisasikan dipakai untuk membuat sintesa yang lebih bercorak ilmiah (sintesa deduktif antara iman dan akal). Sistem barunya itu untuk menyusun Summa Theologiae.
3) Skolastik Akhir
a) William Ockham
Pikiran-pikiran Gulielmus lebih terkenal dengan nama Ocknam. Nama kota kelahiranya, cenderung pada empiris. Ia menolak individuasi tetapi lebih cenderung pada sifat individual. Bentuk pengenelan paling sempurna adalah bersifat indrawi, lebih langsung. Oleh Karena itu, pengenalan indrawi harus dianggap intuitif, dibedakan dengan pengenalan abstrak. Pengenalan intelektual yang abstrak mempunyai konsep-konsep umum sebagai objeknya. Kosep umum disini mempunyai pendirian eksterm, yang biasa disebut terminisme dan nominalisme. Menurut Ocknam, manusia tidak mengenal kodrat, sementara konsep, seperti “kemanusiaan” sama sekali tidak dimiliki oleh siapapun. Ia menekankan bahwa konsep merupakan suatu “tanda wajar” (signum naturale), sedangkan terma atau istilah yang menjelma dalam bahasa bersifat konvensional sehingga dapat berlainan.
Dalam metafisika, ia menggunakan dua prinsip yang berpengaruh pada pemikiran filsafat pada waktu itu. Pertama, “Ocknam’s razor” bahwa keberadaan tidak dapat dilipatgandakan, apabila tidak perlu (entia non sunt multiplicanda praeter necessitatem). Artinya suatu realitas tidak dapat diterima jika dasarnya tidak kuat. Kedua, apa yang dapat dibedakan maka dapat dipisahkan. Berdasarkan dua prinsip tersebut, ia membersihkan metafisika dari persoalan steril yang merajalela dalam mazhab skolastik. Melalui jalan modern ini, Ocknam berhasil, karena banyak orang sudah bosan dengan perselisihan yang tidak menimbulkan manfaat nyata.
Dalam mengenal Allah, Ocknam bersikap lebih kritis terhadap pengenalan manusia terhadap Allah. Menurutnya dengan rasio saja tidak mungkin manusia mengenal Allah. Pengenalan hanya dapat terjadi melalui iman dan kepercayaan. Kekuasaan Allah adalah absolut. Tata susunan moral yang dibuat manusia tidak bersifat absolut dan sama sekali bergantung pada kehendak Allah.
b) Nicholas Cusasus
Nicholas Cusanus membedakan tiga macam pengenelan, yaitu pancaindra, rasio dan intuisi. Pengenelan indrawi kurang sempurna. Rasio membentuk konsep berdasarkan pengenalan indrawi. Adapun aktifitasnya dikuasai prinsip nonkontradiksi (tidak mengkin sesuatu ada dan tidak ada). Dengan intuisi, manusia dapat mencapai segala sesuatu yang tidak terhingga. Allah merupakan objek intuisi manusia. Dalam diri Allah seluruh hal yang berlawanan akan mencapai kesatuan (coincidentia oppositorium). Pengetahuan yang luas membuat Nicholas tidak sekedar menjadi eksponen abad pertengahan. Ia juga mencintai eksperimen sehingga membawanya pada pemikiran ilmu masa modern.

4) Periode Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plato, namun kemudian menyesuikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid, maka bila dalam filsafat lain masih “mencari Tuhan”, dalam filsafat Islam justru “telah ditemukan”.
Para tokoh-tokoh filsafat Islam;
a) Al-Ghazali
Nama aslinya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, ia lahir di Thus tahun 450 atau 1058 M.
Pemikiran al-Ghazali mengenai pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak kejadiaanya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahab, dimana proses pengajaran tersebut menjadi tanggungjawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah, sehingga menjadi manusia yang sempurna.
b) Al-Farabi
Nama aslinya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan. Sebutan Al-Farabi diambil dari nama kota Arab, ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M).
Pada abad-abad pertengahan, Al-Farabi sangat terkenal, sehingga orang-orang Yahudi banyak mempelejari karangan-karangannya. Diantara karangan-karangan tersebut adalah:
 Agharadhu ma Ba’da Ath-Thabi’ah.
 Al-Jam’u baina Ra’tai Al-Hakimain (Mempertemukan Pendapat Kedua Filosof; Plato dan Aristoteles).
 Tashil As-Sa’adah (Mencari Kebahagiaan).
 ‘Uyun ul-Masail (Pokok-Pokok Pesoalan).
 Ara-u Ahl-il MAdinah Al-Fadlilah (Pikiran-Pikiran Penduduk Kota Utama-Negeri Utama).
 Ih-sha’u Al-Ulum (Statistik Ilmu).
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syi’ah Imamiah. Misalnya, dalam soal mantik dan filsafat fisika, ia mengikuti Aristoteles, dalam soal etika dan politik, ia mengikiuti Plato, dan dalam soal metafisika, ia mengikuti Plotinus. Selain itu, Al-Farabi adalah seorang filosof sinkretisme (pemaduan) yang percaya akan kesatuan (ketunggalan) filsafat.
c) Al-Kindi
Nama aslinya Abu Yusuf bin Ishak dan terkenal dengan “filosof Arab”. Dikalangan kaum muslimin, ia adalah orang pertama yang memberikan pengertian tentang filsafat dan lapangannya ialah Al-Kindi. Dalam risalahnya yang ditunjukkan kepada Al-Mu’tasim, ia menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan tidak bias ditinggalkan oleh setiap orang yang berfikir.
d) Ibnu Sina
Ibnu Sina berasal dari Paris, dan kegiatan intelektualnya ditunjukkan untuk menggabungkan ajaran Aristoteles dan Neoplatonisme. Dia menganut ajaran emanasi Plotinos, dan mengatakan Allah menyelenggarakan dunis secara tidak langsung melalui Intelek Aktif yang berasal dari Intelek Pertama.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akal pada abad pertengahan ini benar-benar kalah. Hal itu terlihat dengan jelas pada filsafat Plotinus, Augustinus, Anselmus. Abad pertengahan ini merupakan pembahasan terhadap dominasi plotinus, ia mengatakan bahwa Tuhan (ini mewakili metafisika) bukan untuk dipahami melainkan untuk dirasakan. Augustinus mengganti akal dengan Iman; potensi manusia yang perlu di pimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak, yaitu ajaran agama.
Ciri khas abad pertengahan terletak pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus yaitu Credo Ut Intelligam, kira-kira berarti Iman lebih dulu, setelah itu mengerti. Misalnya: bahwa dosa warisan itu ada setelah itu susunlah argumen untuk memahaminya, mungkin juga untuk meneguhkan keimanan itu. Kelihatannya filsafat wahyu yang dijadikan andalan adalah wahyu yang tidak berlawanan dengan akal logis. Hal ini kita temukan misalnya dalam Islam.
Pada akhir abad pertengahan, perguruan tinggi bertambah banyak, badan-badan keilmuan bertambah pesat juga cabang-cabang keilmuan alam terus bermunculan guna mencari kebenaran. Melalui media masa yang mulai berkembang, dalam tempo yang relative singkat ilmu pengetahuan telah mencapai zaman modern.









DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 2007, Filsafat Umum, Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA,
Abdul karim, Atang. dkk. 2008, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia,
Huijbers, Theo. 1982, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Kanisius,
Muzairi. 2009, Filsafat Umum, Yogyakarta: Teras, Cet. I.






Oleh:

1. Syifaul Umami Zuhro 084 101 114